Kolonel Bambang Supeno Sang Pencetus Sapta Marga TNI - Target Hukum Online

Breaking

Berita Seputar Hukum Dan Kriminal

test banner

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Minggu, 09 April 2017

Kolonel Bambang Supeno Sang Pencetus Sapta Marga TNI

Targethukumonline. Pati - Kolonel Bambang Soepeno dikenal sebagai pembuat konsep falsafah pedoman prinsip bagi tentara. Konsep ini dikerjakan pada saat Perang Kemerdekaan II. Setelah perang selesai, pemikiran tersebut dilanjutkan dengan bantuan Ir. Sakirman, Prof. Purbacaraka dan Drs Moh Ali. Berdasarkan bantuan tersebut kemudian dirumuskanlah doktrin Sapta Marga yang berlaku resmi di lingkungan TNI sampai saat ini.

Berbeda dengan perwira-perwira konseptor yang kebanyakan berpendidikan militer Belanda, Bambang Soepeno merintis jalur kemiliteran dari PETA. Ia salah satu satu dari sedikit perwira intelektual di masa awal revolusi, tetapi kelebihannya itu tak pernah bisa membawanya dalam puncak karir militer. Selain cerdas, Bambang Soepeno juga berani demi hal yang diyakininya. Saat KNIL dan TNI akan dilebur menjadi APRIS, Belanda menyisipkan keharusan setiap perwira harus menjalani reeduksi lewat wadah SSKAD. Soepeno saat itu menjadi perwira yang paling vokal mengkritiknya. Baginya, reedukasi bisa melunturkan patriotisme TNI. Karena itu, ia membuat lembaga tandingan Chandradimuka dan setiap perwira lulusan SSKAD diwajibkan ikut kursus Chandradimuka.

Namun agaknya, sikapnya itu membuat beberapa orang tak suka. Dua kali markas besar tentara berniat mencoba menunjuknya menjadi panglima di daerah, dan dua kali pula Soepeno ditolak calon anak buahnya. Tahun 1948, bersamaan dengan pencanangan program rera yang ditetapkan PM Hatta, 3 divisi yang ada di wilayah Jawa Timur akan diciutkan menjadi hanya satu Divisi.

Divisi V Ronggolawe (Cepu), Divisi VI (Mojokerto) dan Divisi VII (Malang) akan dilebur. Para komandan divisi, Kolonel GPH Djatikusumo, Kolonel Soengkono dan Kolonel Imam Sudja’i akan ditarik ke Yogya. Adapun sebagai panglima akan dipegang Bambang Soepeno. Akan tetapi peleburan ini terkatung-katung. Djatikusumo tak ada persoalan, ia pulang ke Jogja, namun dua divisi lainnya menolak dengan dalih macam-macam. Sementara pada waktu bersamaan pecah peristiwa Madiun. Akhirnya pusat menunjuk Soengkono sebagai panglima Divisi I Jawa Timur.

Pada 1952 TNI AD merencanakan membentuk TNI yang profesional dan modern. Tetapi hal ini membuat AngkatanDarat terpecah. Kelompok pendukung dikenal dengan sebutan Blok SUAD yang diikuti oleh Nasution dan Simatupang. Kelompok yang menolak, dimotori Kolonel Bambang Soepeno dan Letkol Zulkifli Lubis, disebut “Blok Supeno-Lubis”.

Blok Supeno-Lubis mencurigai rencana itu untuk mengeliminasi para perwira didikan Jepang, yang belum setara dengan pendidikan militer di zaman Belanda. Kecurigaan diperbesar dengan adanya tiga kriteria dalam menentukan seseorang terus dalam dinas tentara, yaitu tingkat pendidikan, kesehatan dan usia. Kalau ini diberlakukan, bagian terbesar perwira eks Heiho, Peta atau Gyugun akan pensiun. Mereka menuduh Blok SUAD mengabaikan nasionalisme dan patriotisme, dan mengubah prajurit pejuang menjadi tentara gajian.

Pada 13 Juli 1952, Kolonel Bambang Supeno mengirim surat ke Perdana Menteri Wilopo, Presiden dan DPRS, menyatakan tak mempercayai lagi pimpinan Angkatan Perang, khususnya Angkatan Darat yang dipimpin Nasution. Bambang Soepeno didukung oleh Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX.

Akibatnya, Kolonel Bambang Supeno diskors oleh KSAD. Surat Soepeno segera menjadi perhatian DPR. Akhirnya terjadilah peristiwa 17 Oktober 1952. Saat Nasution dan perwira tinggi lainnya menghadap Presiden Sukarno, di luar istana ada demontrasi yang direkayasa kubu Nasution, ditambah lagi pasukan artileri dengan meriam terkokang yang dipimpin Letkol Kemal Idris.

Mereka menuntut parlemen dibubarkan. Aksi ini yang membuat Soekarno murka. Nasution dicopot dan diganti dengan Kol. Bambang Sugeng yang dianggap netral, sementara Bambang Soepeno dipulihkan dinas militernya. Krisis ini akhirnya berakhir tahun 1955, dengan dikembalikannya jabatan KSAD kepada Nasution oleh Soekarno.Pada tahun 1956, Pimpinan Angkatan Darat (Nasution-Zulkifli Lubis), berencana menunjuk Bambang Soepeno sebagai Panglima Divisi Diponegoro. Tetapi kabar penunjukan ini bocor ke daerah. Dalam memoar Yoga Sugama, menyebutkan bahwa Letkol Soeharto mengutarakan mosi penolakan perwira terhadap penunjukan Soepeno.

Alasannya, kepemimpinan Soepeno berpotensi menimbulkan konflik internal kodam. Akibatnya lagi-lagi membuatnya gagal menjadi panglima. Setelah itu posisinya tidak cukup jelas, sekadar mengisi posisi staf pimpinan. Nasution pun meski mengaku secara pribadi tak memiliki dendam pada Soepeno, pada kenyataannya tak pernah menaikkan pangkat Soepeno. Padahal banyak perwira yunior menjadi jenderal.Karir Soepeno sedikit terangkat begitu KSAD baru Letjen Ahmad Yani naik. Oleh Ahmad Yani, setelah berpulangnyaWakasad Gatot Subroto, Soepeno diberi jabatan sebagai wakasad. Meski demikian, Yani tak kuasa juga untuk cepat-cepat memberikan pangkat jenderal.

Yani harus mencari momentum tepat sampai anggota Wanjakti lainnya siap berdamai dengan masa lalu Soepeno. Namun untuk kesekian kali, nasib kurang baik bagi Soepeno. Ahmad Yani yang berada di belakangnya malah dibunuh dalam peristiwa Gestok 1965. Ia yang praktis bukan lagi perwira yang diperhitungkan, juga ikut digulung oleh penguasa militer baru, Mayjen Soeharto. Tak jelas apa pasal yang dituduhkan padanya. Lima tahun lamanya Soepeno hidup dibui, sampai akhirnya dibebaskan pada tahun 1971 dan namanya direhabilitasi kembali.Namun, rehabilitasi ini hanya pepesan kosong, karena ia tak mendapat ganti rugi apalagi kembali ke jabatan lama. Apalagi pembebasan itu tak berarti banyak karena jiwa dan fisik Soepeno sudah terampas sejak di dalam penjara.

Setelah tiga tahun berkumpul kembali dengan istrinya, Sri Kusdiantinah, serta anak-anak, pada tahun 1974 Bambang Soepeno meninggal dunia karena sakit yang dideritanya semenjak dari dalam penjara. Pemerintah akhirnya memberikan pangkat anumerta Brigadir Jenderal untuk Bambang Soepeno. Sayangnya, Soepeno meraih bintang di pundaknya pada saat ia tak lagi punya nyawa. (Masru'i)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad