Babat Habis Kapal Eks Asing - Target Hukum Online

Breaking

Berita Seputar Hukum Dan Kriminal

test banner

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Minggu, 09 April 2017

Babat Habis Kapal Eks Asing

Targethukumonline. Pati - Sejak merilis larangan kapal eks asing, langkah Menteri Susi Pudjiastuti kerap kontroversial. Ada sekitar seribu lebih kapal yang 'hilang' alias tak beroperasi.

Pencurian ikan tak hanya menimbulkan masalah bagi pemerintah, namun nelayan itu sendiri. Bagi nelayan kecil, hasil tangkapan mereka berkurang karena karena diduga dilakukan oleh pencuri ikan secara berlebihan.

Nelayan asal Juwana, Pati, Jawa Tengah Syafii mengakui pencurian ikan membuat dia merugi karena tangkapan yang selalu berkurang. Tak hanya ikan besar, sambungnya, ikan kecil pun malah sempat sulit ditangkap.

Berkurangnya hasil tangkapan karena dugaan pencurian ikan itu menjadi pekerjaan rumah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Tidak tanggung-tanggung, dia membabat habis para pelaku penangkapan ikan.

Sejak memimpin KKP pada 2014, Susi tidak hanya memberantas para pelaku pencurian ikan dari asing, namun juga dalam negeri. Salah satunya adalah melarang penggunaan kapal eks asing yang banyak digunakan oleh pelaku industri perikanan di wilayah perairan Indonesia. Langkah mengatasi pencurian ikan itu menjadi bagian dari upaya Jokowi menempatkan Indonesia sebagai Poros Maritim dunia.

Dari data yang diperoleh KKP pada saat dirinya mulai menjabat, ditemukan dari total 600.000 kapal yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia, sedikitnya ada 1.602 kapal yang merupakan kapal eks asing.

Perempuan asal Pangandaran, Jawa Barat itu menegaskan kapal-kapal eks asing ini telah menjadi batu loncatan para mafia perikanan yang mengimpor hasil tangkapan perikanan dari wilayah Indoneisa secara besar-besaran. "Ikannya dibawa keluar di tengah laut, tangkapan mereka banyak sekali," kata Susi saat itu.

Namun langkah Susi membuat sebagian pelaku usaha perikanan pun protes. Masalahnya, tak sedikit para pelaku usaha perikanan yang malah gulung tikar setelah kapal eks asing mereka dilarang beroperasi hingga waktu yang belum ditentukan.

Memang betul, kapal saya kapal eks asing, sudah beroperasi selama 25 tahun, tapi kami jujur, semua dokumen lengkap, makanya kami bingung kenapa kok kena moratorium," kata Aries Liman, pemilik usaha perikanan PT Ocean Mitramas, ketika dikonfirmasi targethukumonline, pekan ini.

Sebanyak 10 kapal miliknya dilarang beroperasi sejak dua tahun lalu. Berbagai upaya telah dia lakukan sebab dia merasa tidak ada yang salah dengan perizinan maupun kapal miliknya.

Berbagai usaha pun telah dilakukan oleh Aries, bahkan dia sempat menemui dan menyampaikan secara langsung keluh kesah terkait moratorium kapal miliknya kepada Menteri Susi.

Namun, saat itu Susi justru menanggapinya dengan menantang Aries agar melaporkan kebijakan moratorium yang dikeluarkannnya kepada Pengadilan Tata Usaha Negara.

"Kalau sampean tidak suka dengan kebijakan saya, PTUN-kan saja," kata Susi kala itu.

Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) sebelumnya menilai KKP terlalu fokus pada langkah konservasi perikanan sehingga berimbas pada kesejahteraan nelayan dan pelaku usaha perikanan. Di antaranya, jumlah kapal yang terus mengalami penurunan hingga ribuan unit.

Sekretaris Jendral Astuin Hendra Sugandhi mengatakan, upaya pemerintah yang terlalu fokus pada pengendalian penangkapan ikan menurut dia terlalu berlebihan.

Ini terus bertambah, bahkan per tanggal 12 Februari saja total jumlah kapal yang 'hilang' sudah mencapai 1.782 kapal sejak tahun 2016, bagaimana nasib nelayan kalau kapal-kapal mereka didekontruksi," kata Hendra.

Hendra menyebut dalam kurun Desember 2016 hingga akhir Januari saja, Indonesia telah kehilangan 538 unit armada kapal penangkap ikan di wilayah konsesi organisasi pengelolaan perikanan regional (RFMO).

Berdasarkan data Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), jumlah kapal di Indonesia saat hanya mencapai 157 kapal dengan rata-rata 71,04 gross ton per kapal. Jika dibandingkan dengan negara lainnya, jumlah ini jauh berbeda. Jepang misalnya, mendominasi dengan 223 kapal penangkap ikan.

Di sisi lain, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) pun mengkritik orientasi pembangunan maritim di Tanah Air. Hal itu disebabkan oleh pembangunan yang berorientasi pada infrastruktur sehingga berimbas pada peminggiran nelayan.

Permasalah tak kunjung selesai, seperti reklamasi yang merampas ruang hidup nelayan kecil,” kata Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwinata dalam keterangannya, Kamis (6/4).

Dia menuturkan belum ada partisipasi penuh nelayan pada kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Salah satunya adalah soal penataan ruang laut yang harus memastikan zonasi perikanan skala kecil dan berkelanjutan. (J©j©)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad