Targethukumonline. Pati - Sosok Kepala Desa di wilayah bumi mina tani yang dikenal licin dan pandai bersilat lidah ketika berhadapan dengan pejabat, ternyata ia juga cerdik dalam membangun opini.
Selamet Widodo aktifis Transparansi Informasi Publik.
Dengan membawa embel-embel sebagai Ketua persatuan Kepala Desa se kabupaten Pati (PASOPATI), Dwi Totok Hadi Prasetyo, Kepala Desa Mintorahayu, kecamatan Winong Pati, ternyata tidak mencerminkan sosok tokoh pimpinan PASOPATI yang berjiwa kesatria dan trasparan dengan warga masyarakat.
Pasalnya, telah lancang dan berani menabrak amanah konstitusi yang tertuang dalam Undang-Undang nomer 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Tak hanya itu, dengan mencatut nama institusi negara seperti Kejaksaan dan Inspektorat, diduga Dwi Totok, ingin mencari tameng supaya pengelolaan adminasitrasi di Desa yang dipimpinnya tidak dapat diakses oleh publik.
Padahal tupoksi dari dua institusi tersebut tidak membidangi tentang permohonan Informasi dan Dokumentasi. Karena Inspektorat tupoksinya pembinaan, dan Kejaksaan tugasnya sebagai penegakan hukum.
Ihwal tersebut diungkapkan, Slamet Widodo, Aktivis Transparansi Informasi Publik yang bertugas di wilayah kabupaten Pati, Paska mengetahui tidak dipenuhinya permohonan informasi dan dokumentasi yang dilayangkan oleh media ini, mengenai permintaan salinan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) pengunaan anggaran negara yang bersumber dari APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten/ Kota, Selasa tgl (27/04/21).
Lebih lanjut, dirinya juga meragukan dan mempertanyakan kredibilitas, Dwi Totok, sebagai Ketua Organisasi Prosesi Kepala Desa (PASOPATI). Karena menurutnya tidak memahami ADART (anggaran dasar dan anggaran rumah tangga) PASOPATI.
"Saya pernah menjadi anggota pasopati di tiga pimpinan, yaitu eranya Sudir Santoso, Karjono, dan Nabianto. Dari ke tiga pimpinan tersebut apa yang dilakukan Totok selaku ketua Pasopati pada saat ini berbeda jauh dengan ketiga pimpinan sebelumnya. Karena banyak hal-hal prinsipil yang tidak dilakukan oleh Totok.
Dwi Toto Hadi Prasetyo.
Contoh, jika diera tiga pemimpin sebelumnya selalu terbuka dalam hal informasi kepada publik terkait dengan pengelolaan anggaran negara, padahal pada waktu itu anggaran yang dikelola oleh pemerintah Desa hanya sebatas ADD (Anggaran dana desa) yang bersumber dari APBD Daerah, dan BanDes (Bantuan Desa) yang bersumber dari APBD Provinsi, yang jumlahnya tidak seberapa.
Namun keadaan berbanding terbalik setelah anggaran negara yang dikelola oleh pemerintah desa jumlahnya lebih besar, malah transparansi informasi keterbukaan publik seperti dikebiri, supaya publik tidak dapat mengetahui penggunaan anggaran negara yang dikelola oleh pemerintah desa," pungkasnya. (Rg/team)



Tidak ada komentar:
Posting Komentar