Peradaban Suku Kalang Ditanah Jawa - Target Hukum Online

Breaking

Berita Seputar Hukum Dan Kriminal

test banner

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Sabtu, 18 Februari 2017

Peradaban Suku Kalang Ditanah Jawa

Targethukumonline. Pati - Jawa peradaban yang sangat tua dibelahan bumi ini, mungkin banyak yang bertanya-tanya dan berpikir bagaimana orang Jawa bisa menaklukkan suku-suku di luar pulau Jawa yang dikenal punya ilmu kesaktian mandraguna, (18/02/2018)





Di pulau Jawa ini ada suku asli yang mempunyai ilmu magic tingkat tinggi, yaitu Suku Kalang di daerah Jawa Tengah dan perbatasan Jawa Tengah - Jawa Timur. 



Suku Kalang ini ahli dalam pertukangan, membuat bangunan, dan membuat senjata. Sebagian orang Jawa juga ada yang mempelajari ilmu kesaktian suku Kalang, namun tidak dapat sesempurna suku Kalang. 


Nah, kalau selama ini suku Dayak yang sangat termahsyur dalam ilmu magic-nya, maka perkenalkan suku yang berhasil mengalahkan ilmu magic suku Dayak, ini dia suku Kalang.



Suku Kalang ini beda dengan suku jawa, dan diduga merupakan penduduk asli pulau Jawa. Konon, orang-orang Suku Kalang mempunyai ekor kecil di pantatnya, dan mereka mempunyai tenaga luar biasa di luar kemampuan manusia pada umumnya. Batu raksasa berton-ton, bisa diangkat oleh beberapa orang suku Kalang seringan mengangkat batang pohon pisang.



Setelah Syeh Siti Jenar dihukum mati, konon menurut cerita para pengikut Syeh Siti Jenar dipelihara kembali oleh para wali dan pewaris tahta Demak, Pajang, dan Mataram. Mereka dikenal dan disebut sebagai orang Kalang dan suku Bajang.



Orang Kalang itu umumnya memiliki raut muka dan tubuh yang aneh diluar kelaziman manusia, mereka bertugas mengiringi para raja ketika upacara religi dan situs yang digelar oleh keraton. 



Hingga saat ini upacara yang mengikutkan sertakan orang Kalang ini masih sering dilaksanakan adat keraton Mataram, sebagai satu simbol kepedulian orang keraton terhadap mereka, bahkan merupakan pusaka keraton yang mesti dipelihara.



Kemungkinan suku Kalang ini adalah suku asli pulau Jawa, sebelum orang sunda dan Jawa tinggal di pulau Jawa. Suku Kalang ini adalah salah satu kunci sukses Raja-raja Jawa dalam membangun peradaban Jawa dan menaklukkan daerah-daerah lain di Nusantara. 



Pada jaman kerajaan dulu, suku Kalang terkenal dengan ilmu mistis dan ghaibnya yang sangat sakti, orang Jawa sering memanfaatkan suku Kalang jika ada daerah invasi yg menggunakan ilmu mistis, salah satu yang yang pernah bertekuk lutut adalah suku Dayak. 



Suku Dayak yang terkenal selalu bertempur dengan ilmu sihir pun harus menyerah dengan kesaktian orang-orang Suku Kalang yang ternyata menguasai ilmu mistis yang lebih kuat. 



Waktu itu pasukan Empu Nala dari Kerajaan Majapahit sudah hampir dipukul mundur oleh orang orang Dayak dari kerajaan Nan Sarunai. 



Akhirnya orang-orang dari suku Kalang ini diterjunkan oleh Empu Nala sebagai pasukan pamungkas untuk menghabisi kekuatan pasukan Dayak. 


Sang Raja Nan Sarunai nang bangaran Raja Anyan yang bersembunyi di sumur tua yang ditutup 9 buah gong berlapis mantera tingkat tinggi pun mampu terendus keberadaannya oleh penciuman orang-orang suku Kalang. 


Raja Anyan kemudian ditangkap dan dieksekusi mati oleh Empu Nala, menurut penelitian, daerah-daerah yang terkenal sebagai tempat kediaman orang orang Kalang tersebar di sekitar pegunungan yang meliputi daerah-daerah di sekitar utara pantai selatan pulau jawa dan juga daerah daerah di pegunungan di sebelah selatan pantai utara, seperti Cilacap, Adipala, Gombong, Ambal, Karanganyar, Petanahan, Yogyakarta, Surakarta, Tulung Agung hingga Malang. 



Sedangkan yang berada di pantai utara adalah di daerah Tegal, Pekalongan, Kendal, Kaliwungu, Semarang, Demak, Pati, Cepu, Bojonegoro, Bangil, Pasuruhan, dan Surabaya.



Berbagai pendapat negatif muncul tentang suku Kalang karena sejumlah perilakunya dianggap menyimpang, namun yang paling positip mereka sangat ulet dan pekerja keras tanpa mengenal lelah. Akibat gunjingan kurang baik ini suku Kalang dahulu sering menyembunyikan identitas dirinya kepada masyarakat umum.



Prasasti Harinjing (804 M) dan Panggumulan (904 M) telah menyebut tentang keberadaan suku ini di masyarakat. Harinjing menyebut Tuha Kalang (Kepala Suku Kalang), sementara panggumulan menyebut pandhe Kalang (penebang kayu suku kalang).



Di Masa Majapahit, Suku Kalang atau biasa disebut wong Kalang, diberdayakan untuk membangun candi-candi besar, khususnya candi yang dianggap punya nilai spiritual tinggi. 



Ini karena wong Kalang bekerja tanpa bersuara yang dianggap sebagai tapa mbisu. Bertapa tanpa mengeluarkan suara mirip orang bisu. Selain itu lewat kemampuan khusus yang cenderung mistis, wong Kalang mampu memindahkan batu-batu besar secara ajaib, mereka mengangkat batu gunung seringan mengangkat pohon walau tetap dilakukan secara beramai ramai.



Meski jumlahnya tak begitu banyak, mereka yang dianggap sakti dan lebih linuwih dari yang lain, dikumpulkan secara tersendiri.



Kelompok ini kemudian dijadikan pasukan khusus urusan perang gaib alias perang klenik. Dalam penyerangan Majapahit ke Kalimantan, kelompok Suku Kalang di libatkan sepenuhnya untuk menghadapi suku Dayak yang memang cukup tangguh dalam urusan ilmu gaib. 



Kemenangan Majapahit atas kalimantan tersebut membuat Empu Nala membalas jasa-jasa orang Kalang yang terlibat dengan mengangkatnya sebagai perwira-perwira khusus. 


Namun perilaku yang cenderung aneh dan liar membuat Majapahit kemudian mencopot kembali jabatan jabatan tersebut dan mengembalikan suku Kalang tetap sebagai pasukan back up saja. 



Mereka tetap tidak memegang komando tapi dikomandoi. Suku Kalang dianggap sulit diangkat kastanya sebagai Kesatria dalam Tri Wangsa (Brahmana, Kesatria, Tri Wangsa). Tentangan paling keras di lakukan oleh Kaum Brahmana karena tindak tanduk suku Kalang yang bahkan dianggap masih kalah beradab dibanding kaum sudra.



Sisa-sisa mistisisasi suku Kalang masih terasa hingga jaman mulai modern. Gubernur Raffles 1811-1816) yang punya ketertarikan mendalam terhadap seni dan kebudayaan Indonesia pernah membuat catatan tentang ritual-ritual mereka, diantaranya : Wuku ang’gara yakni ritual yang dilaksanakan pada hari Kliwon kelima, ritual wuku galingan yang dinyatakan sebagai hari suci menghentikan semua pekerjaan apapun, serta ritual wuku gumreg sebagai perwujudan rasa syukur. 


Ada juga ritual kalang obong dimana mereka membakar jasad orang tua atau kerabat yang meninggal lewat perantaraan boneka kayu. Mitosnya, saat boneka tersebut dibakar, bersamaan dengan itu jenasah yang dituju ikut pula terbakar.



Meski masa Hindu telah lewat dan Islam yang tak mengenal kasta berjaya di nusantara, suku Kalang dimasa Sultan Agung justru dicari di manapun berada dan dikumpulkan menjadi satu di Jawa Tengah.



Mereka dibuatkan semacam camp besar dengan penjagaan ketat. Ini akhirnya memunculkan pendapat baru tentang nama Kalang. 



Dalam bahasa Jawa, Kalang artinya di buatkan penghalang, lingkaran, ruang atau halaman, dengan mengambil kata kerja " di kalangi " (dilingkari). 


Untuk mengkoordinir masyarakat Kalang ditunjuk salah satu diantara mereka yang paling dihormati dan diberi pangkat Tumenggung. 


Misteri suku kalang hingga kini masih menjadi misteri tersembunyi.



Lewat Tumenggung ini berbagai perintah kerja diberikan, tugas mereka masih sama, yakni kerja kasar layaknya budak.



Menebang dan mengangkut kayu pohon, menjadi kuli panggul dan lain sebagainya. Selain itu beberapa orang diantara mereka diambil kalangan bangsawan sebagai abdi dalem untuk mengerjakan tugas tugas kasar di rumah mereka masing-masing.



Kekalahan Sultan Agung terhadap Belanda membuat orang orang Kalang berpindah dari jawa tengah ke yogyakarta, tepatnya di Kotagede. 



Pemerintah lokal tidak lagi terlalu memberikan perhatikan khusus terhadap keturunan Kalang. Suku Kalang yang selama sekian periode dipaksa untuk bersentuhan dengan dunia umum akhirnya terbiasa.



Mereka mulai melupakan ritual-ritual mistis dan bekerja layaknya manusia pada umumnya, mereka ikut serta meluaskan pengetahuan dalam dunia bisnis. 



Karena watak dasarnya yang ulet, suku Kalang rata-rata kaya raya sekaligus sebagai penyumbang dana besar kepada pemerintah setempat. Kraton memberinya imbalan dengan memberikan gelar-gelar khusus sehingga secara strata sosial lebih terpandang. 



Masyarakatpun mulai membanding-bandingkan keuletan kerja suku Kalang dengan Suku Tionghoa. Kekayaan mereka menjadi sangat luar biasa dengan ciri rumah megah bergaya Eropa dengan ornamen batu mewah. Hebatnya, untuk menaikkan gengsi, pebisnis Kalang bahkan memiliki pembantu bersuku Tionghoa maupun Eropa.



Di masa revolusi kemerdekaan lagi-lagi Suku Kalang jatuh menderita. Mereka menjadi sasaran-sasaran penjarahan atau perampokan masal setiap kali ada kerusuhan, sama dengan yang dialami suku Tionghoa. Saat ibukota pindah ke Yogya, Sultan HB IX juga meminta golongan Suku Kalang menyumbang dana besar bagi perjuangan Republik.


Kini Suku Kalang tak sehebat dulu tidak  sakti atau kaya raya lagi sekarang mereka mudah di temui. Surat Kabar Suara Merdeka Jawa Tengah di tahun 2008 pernah menurunkan liputan bagaimana Suku Kalang hidup di Kendal, Jawa Tengah. 



Meski tak lagi punya daya linuwih dan kebanyakan masuk Islam, mereka tetap menjalankan ritual-ritual tradisi sesuai apa yang dilakukan leluhurnya.



Sepanjang peradaban Kalang, suku unik ini mewajibkan indogami alias menikah diantara kalangan sendiri, namun jaman telah berubah. Mereka telah sangat banyak melakukan kimpoi campur berkali-kali di hampir setiap keturunan. Darah Kalang hingga kini masih menjadi misterius, suku Kalang tetap menjadi salah satu suku yang ada di pulau jawa yang hidup dalam peradaban di Indonesia. (Red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad