Peran Etnis Tionghoa Dimasa Kemerdekaan - Target Hukum Online

Breaking

Berita Seputar Hukum Dan Kriminal

test banner

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Senin, 26 September 2016

Peran Etnis Tionghoa Dimasa Kemerdekaan

Targethukumonline. Pati - Peran Etnis Tionghoa Dalam Kemerdekaan Indonesia
Republik Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran etnis Tionghoa yang memberikan dukungan tenaga, suplai logistik dan senjata. Keterlibatan etnis Tionghoa dalam upaya perjuangan menegakkan kemerdakaan RI, telah dimulai sejak lama. Sejak dulu Tionghoa memberikan dukungan tenaga kerja, logistik, dan bahkan senjata. Namun, dalam sejarah kemerdekaan di Indonesia tidak pernah disebutkan kiprahnya.
Peran mereka pada tahap awal berdirinya Republik Indonesia ini menunjukkan bahwa Indonesia sudah diakui menjadi tanah airnya sendiri yang wajib mereka bela. Menurut sejarawan Mary Somers-Heidhues alasan utama karena etnis Tionghoa tidak ingin berpihak dalam konflik Indonesia-Belanda. Karena merekabukan Indonesia dan bukan juga Belanda.
Sikap netral ini muncul sebagai produk devide et impera kolonial Belanda dan politik resinifikasi (pencinaan kembali) penguasaan Jepang. Yang kedua, banyak sekali orang Tionghoa dan peranakannya yang bersimpati dan berjuang untuk Indonesia.
Pada masa Pra Kemerdekaan RI, para etnis Tionghoa sudah lama tinggal di negeri ini. Malah sebelum pemerintah Hindia Belanda datang. Namun mereka, para etnis Tionghoa masih berkewarganegaraan Kiau-seng dan Hoa-kiau.
Kiau-seng adalah orang-orang Tionghoa yang lama tinggal di Hindia Belanda dan dianggap kurang beradab karena tidak menguasai bahasa resmi. Hoa-kiau adalah golongan perantauan yang memang masih murni Tionghoa asli, orang tersebut memang merantau ke Hindia Belanda tapi hanya sekedar sementara lalu pulang kembali ke tanah leluhur.
Namun seiring perkembangan zaman, masyarakat Tionghoa memang memiliki aspirasi politik yang berbeda-beda namun mereka tetap sadar menjadi kelompok minoritas yang hidup di tengah bangsa yang sedang membentuk jati dirinya. Menjelang proklamasi kemerdekaan RI, setidaknya terdapat empat orang etnis Tionghoa yang duduk dalam Badan Penyelidik Upaya KemerdekaanIndonesia (BPUPKI) dan seorang dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).Sementara itu, pada masa awal-awal kemerdekaan, etnis Tionghoa juga diberi peran politik.
Dimana Mr. Tan Po Gwan diangkat menjadi Menteri Negara Urusan Tionghoa dalam kabinet Sjahrir kedua. Selain itu, dalam kabinet Amir Sjarifoedin diangkat dua menteri dari etnis Tionghoa. Yaitu, Siauw Giok Tjhan yang diangkat sebagai Menteri Negara mewakili etnis Tionghoa dan Dr. Ong Eng Die yang diangkat sebagai Wakil Menteri Keuangan.Dr. Ong Eng Die ini selanjutnya ditunjuk sebagai Menteri Keuangan dalam kabinet Ali Sastroamidjojo. Selain Dr. Ong Eng Die, Ali Sastroaidjojo juga menunjuk Lie Kiat Teng sebagai Menteri Kesehatan.
Peran politik yang diberikan kepada etnis Tionghoa ini bukan melulu pada pemberian jabatan publik. Dalam politik diplomasi melalui serangkaian perundingan pun, pemerintah Indonesia juga menunjuk orang-orang dari etnis Tionghoa untuk duduk sebagai anggota tim delegasi. Dalam perjanjian Renville ada Dr. Tjoa Siek In, sementara dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) ada Dr. Sim Kie Ay.
Ketika Indonesia berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) tahun 1950, terdapat enam orang etnis Tionghoa yang duduk dalam parlemen RIS. Mereka mewakili Negara Republik Indonesia dan Negara-negara bagian yang ada dalam konsep RIS. Keenamnya adalah, Siauw Giaok Tjhan dan Drs. Yap Tjwan Bing (Wakil Republik Indonesia), Mr. Tan Tjin Leng (Negara Indonesia Timur), Ir. Tan Boen Aan dan Mr Tjoa Sie Hwi (Negara Jawa Timur) serta Tjoeng Lin Seng (Negara Kalimantan Barat)
Bahkan yang mengejutkan, dalam pemilu 1955 banyak orang Tionghoa yang berhasil menduduki kursi parlemen dan berangkat dari partai poltik Islam, yaituOei Tjeng Hien (Masjumi) serta Tan Oen Hong dan Tan Kim Long (NU). Pada zaman orde baru, pemerintah melarang segala aktivitas yang berkaitan dengan budaya Tionghoa. Larangan ini bukan hanya membatasi aktivitas politik orang-orang Tionghoa, melainkan juga aktivitas budayanya.
Bahkan pada masa ini dikeluarkan aturan bagi orang Tionghoa untuk mengganti namanya dengan nama Indonesia. Namun setelah reformasi, etnis Tionghoa memiliki ruang kembali untuk mengekspresikan nilai budaya dan kehendak politiknya secara bebas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad